‘Mau pergi ke mana kamu Santi? Kamu cantik sekali memakai kain dan kebaya’, kata Maureen kepada Santi.
Memang biasanya sehari-hari Santi lebih suka memakai baju rok, karena lebih bebas untuk bergerak-katanya.
‘Hari ini adalah tanggal 21 April yaitu hari lahir Raden Ajeng Kartini. Saya akan pergi menghadiri upacara peringatan hari lahirnya. Lazim dilakukan oleh wanita Indonesia untuk datang menghadiri upacara dengan memakai pakaian nasional atau pakaian daerah’.
‘Siapa Kartini itu?’ tanya Maureen.
‘Dia seorang pelopor wanita yang memperjuangkan perbaikan hak wanita di Indonesia. Dia lahir pada tahun 1879.
Ayahnya, Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat adalah seorang bangsawan, Bupati di Jepara.
Kakeknya, Pangeran Ario Condronegoro, terkenal sebagai seorang yang suka akan kemajuan. Dia mendatangkan seorang guru Belanda, khusus untuk mengajar anak-anaknya.
Pada tahun 1879, di seluruh pulau Jawa dan Madura, hanya ada empat orang Bupati yang pandai menulis, membaca dan bercakap-cakap dalam bahasa Belanda. Dua orang di antara mereka adalah ayah dan paman Kartini.
Begitulah nyata sekali kelihatan kemajuan keluarga Kartini. Kartini pun diberi kesempatan oleh ayahnya untuk belajar bersama-sama dengan anak-anak Belanda di sekolah dasar dengan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantarnya. Pada zaman itu, pergi ke sekolah, walaupun hanya di seberang jalan, untuk seorang anak perempuan Jawa, adalah sesuatu yang aneh. Keluarganya mendapat celaan dan ejekan dari bupati-bupati lain dan orang-orang yang masih kolot.
Tetapi kebebasan yang diberikan oleh ayahnya juga tidak lama, karena ketika Kartini genap berusia 12 tahun, dia dikeluarkan dari sekolah dan kemudian dipingit sebagaimana yang diharuskan oleh adat Jawa di zaman itu.
Kartini merasa kesepian terpisah dari teman-teman sepergaulannya. Dia masih ingin terus belajar. Dia tidak ingin kurang dari kawan-kawannya anak-anak Eropah dan saudara-saudaranya yang laki-laki yang mendapat kebebasan untuk terus belajar. Dia kesal dan ingin memberontak. Lebih-lebih lagi setelah diketahuinya bahwa dia dipingit hanya untuk menunggu saatnya untuk menjadi Raden Ayu yaitu saat pekawinannya dengan orang yang biasanya belum dikenal. Bahkan barangkali menjadi isteri yang kedua, ketiga atau keempat.
Dia ingin sekali mengubah hak wanita dalam adat kebiasaan Jawa, sedangkan ibu dan kakaknya yang perempuan bepegang teguh kepada adat itu dan sangat mencela cita-cita Kartini. Ini menyebabkan hubungan di dalam keluarganya menjadi tegang.
Ayah Kartini mengerti akan perasaan dan cita-cita anaknya, tetapi sedikit sekali yang dapat diperbuatnya untuk menolong anaknya. Kartini sering duduk sendirian membaca buku. Kesenangannya yang lain adalah berkirim-kiriman surat dalam bahasa Belanda dengan bekas teman sekelasnya dulu, yang telah kembali ke negeri Belanda, dan juga kepada kenalan-kenalannya di pulau Jawa.
Dari isi surat-surat inilah orang mengetahui pribadi Kartini dan cita-citanya. Memang isi surat-suratnya mengenai kejadian-kejadian yang berhubungan dengan dirinya, tetapi caranya mengolah dan menguraikan persoalan-persoalan betul-betul luas dan mendalam. Selanjutnya, kita harus memahami bahwa perjuangan dalam diri Kartini adalah cermin perjuangan masyarakat Jawa pada umumnya dan kaum wanita pada khususnya.
Begitulah, pada tahun 1911, orang-orang Belanda yang sadar, merasa perlu mengumpulkan surat-surat Kartini dan dijadikan buku.
Kalau tidak salah, saya ada mempunyai terjemahan buku itu dalam bahasa Inggris, berjudul ‘Letters of a Javanese Princess’. Nanti saya pinjamkan ya’, kata Santi.
‘Terima kasih, Santi. Saya ingin sekali membaca buku itu. Sampai nanti.’ kata Maureen.
Pertanyaan:
- Apakah sebabnya hari lahir Randen Ajeng Kartini diperingati?
- Kapan dia lahir?
- Siapa ayahnya?
- Ceritakanlah sedikit tentang kakeknya, Pangeran Ario Condronegoro?
- Bagaimana reaksi bupati-bupati lain dan orang-orang yang masih kolot tentang Kartini pergi ke sekolah?
- Ketika dia dipingit, dia merasa kesepian, kesal dan mau memberontak. Apakah sebabnya?
- Apakah sebabnya hubungan di dalam keluarganya menjadi tegang?
- Apakah kesenangan Kartini?
- Isi surat-surat Kartini mengenai apa?
- Tahun berapa surat-surat itu mulai dikumpulkan dan dijadikan buku? Siapa yang mengumpulkannya?
(Kutipan langsung dengan sedikit perubahan dari buku ‘Melawat ke Negara Tetangga’ oleh Yohanni Johns)
Kosa Kata:
kain = cloth | memberontak = to rebel |
kebaya = blouse as part of Indonesian woman’s national dress | menunggu = to wait |
baju rok = dress | perkawinan = marriage |
bebas = free | barangkali = possibly |
bergerak = to move | berpegang teguh = to hold firmly |
hari lahir = birthday | cita-cita = aspiration |
menghadiri = to attend | perasaan = feeling |
upacara = ceremony | menolong = to help |
peringatan = commemoration | berkirim-kiriman surat = to correspondence |
lazim = common | bekas = former |
pakaian nasional = national dress | mengetahui = to know |
pakaian daerah = ethnic dress | pribadi = personality |
pelopor = pioneer | kejadian = event |
memperjuangkan = to fight | mengolah = to discuss |
hak = right | menguraikan = to explain in detail |
bangsawan = nobel | persoalan = problem |
bupati = regent | luas = broad |
kesempatan = opportunity | mendalam = in depth |
aneh = odd | memahami = to understand |
celaan = criticism | cermin = mirror |
ejekan = teasing | masyarakat = community |
kolot = old fashioned | sadar = aware |
genap = complete/exactly | mengumpulkan = to compile |
dipingit = to be confined | Kalau saya tidak salah, = If I am not mistaken, |
adat = tradition | meminjamkan = to lend |
kesepian = lonely | |
terpisah = separated | |
kesal = frustrated |